MAKALAH MEMBANGUN SIKAP KRITIS DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL



MAKALAH
MEMBANGUN SIKAP KRITIS DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL



Disusun oleh :
KELOMPOK 3
1.      Ahmad Fauzan             (Pemateri)     
2.      Devi Susilowati             (Pemateri)
3.      Donna Ananda             (Moderator)
4.      Risa Ayu Fitriani          (Notulen)
5.      Siti Ayu Aminah           (Pemateri)




SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
SMK “PUGER“ JEMBER
Jl. Kencong 117 Kasiyan Timur Telp. (0336) 721615
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan taklupa pula kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Membangun Sikap Kritis, Toleransi, dan Empati dalam Masyarakat Multikultural ini yang membahas tentang definisi kelompok sosial, definisi kelompok sosial menurut para ahli, definisi masyarakat multikultural,  dan hubungan terketaitan antara kelompok sosial dengan masyarakat multikultural. Dan juga kami berterima kasih kepada dewan guru yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita tentang pentingnya Membangun Sikap Kritis, Toleransi, dan Empati dalam Masyarakat Multikultural yang baik serta keterkaitannya. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.


Puger, 25 Oktober 2016
Penyusun,




Kelompok 3








DAFTAR ISI

COVER ..............................................................................................................................   i
KATA PENGANTAR .......................................................................................................   ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................   iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................   1
A.      Latar Belakang Masalah ..............................................................................................   1
B.       Rumusan Masalah ........................................................................................................   2
C.      Tujuan ..........................................................................................................................   2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................   3
A.      Sikap Kritis, Toleransi, Dan Empati Dalam Masyarakat Multikultural .......................   3
1.      Pengertian Sikap Kritis Dalam Masyarakat Multikultural .....................................   3
2.      Pengertian Toleransi Dalam Masyarakat Multikultural .........................................   6
3.      Pengertian Empati Dalam Masyarakat Multikultural ............................................   7
B.       Perkembangan Kelompok Sosial Dalam Masyarakat Multikultural ............................   8
C.       Faktor  Penyebab Timbulnya Masyarakat Multikultural Di Indonesia ........................   10
D.      Karakteristik Masyarakat Multikultural Di Indonesia .................................................   13
BAB III PENUTUP ...........................................................................................................   15
A.      Kesimpulan ..................................................................................................................   15
B.       Saran ............................................................................................................................   15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................   16



BAB I
PENDAHULUAN

D.      LATAR BELAKANG MASALAH
Kemajukan masyarakat Indonesia meliputi keragaman budaya horisontal, tetapi juga berlapis-lapis secara vertikal. Setidaknya tercatat 300 bahasa yang digunakan pada kelompok-kelompok masyarakat. Hal tersebut belum termasuk berbagai variasi bahasa dalam setiap daerah. Jika keragaman kebahasaan menjadi alat untuk mengidentifikasi kesukubangsaan dan kebudayaannya, minimal sebanyak itu pulalah jumlah suku bangsa di Indonesia.
Keragaman tersebut merupakan potensi bagi pengembangan budaya nasional yang memiliki keunikan dan sekaligus menyiratkan kekhasan masing-masing budaya di setiap daerah. Akan tetapi, di sisi lain, orang dihadapkan pada berbagai ancaman, seperti per golak an, pertentangan etnik, pluralisme budaya, atau dominasi budaya.
Dalam menghadapi konsekuensi sosial yang ditimbulkan oleh adanya masyarakat multikultural, kita sebagai warga Negara yang baik harus mengembangkan sikap kritis yang bersifat membangun (konstruktif) demi tercapainya apa yang disebut dengan integrasi sosial. Dengan tercapainya integrasi, maka stabilitas dan harmonisasi dalam kehidupan masyarakat akan terwujud dengan sendirinya.
Sikap kritis yang dimaksudkan adalah bentuk sikap kita yang berupaya untuk merespon segala bentuk perbedaan dan keragaman dalam budaya, suku bangsa, kepribadian, ras, dan yang lainnya sebagai bentuk penghormatan kita atas segala perbedaan tersebut.
“perbedaan itu adalah anugerah.” Melalui perbedaan, seseorang dapat belajar berbagai hal dari orang lain. Melalui perbedaan pula seseorang terlatih untuk merasakan beban sebagaimana yang orang lain rasakan. Hal tersebut hanya dapat dilakukan setelah orang memahami lebih dalam pengertian toleransi dan empati. 
Secara sederhana toleransi dapat diasah dengan memahami berbagai perbedaan persepsi. Perbedaan persepsi budaya terhadap suatu hal, jika tidak disikapi dengan bijaksana, dapat berbuah perselisihan. Perselisihan cenderung membagi kedua belah pihak dalam dua kutub yang berseberangan. Bahkan, secara ekstrem hubungan dapat meruncing sebagai kawan dan lawan. Tingkat toleransi menentukan tingkat penerimaan seseorang terhadap perbedaan dan perselisihan yang mungkin muncul.
Pengertian empati dapat dianggap sebagai kelanjutan dari toleransi. Empati dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain oleh seorang individu atau suatu kelompok masyarakat. Budaya orang lain menjadi landasan bersikap dalam setiap interaksi yang terjalin. Empati berpotensi untuk mengubah perbedaan menjadi saling memahami dan mengerti secara mendalam.
Sikap toleransi dan empati dapat diwujudkan dengan memahami bahwa keanekaragaman budaya membutuhkan penguatan budaya lokal di tengah budaya lain yang sama-sama bertahan. Keanekaragaman budaya telah menjadi kenyataan sejarah yang tidak mungkin dihindari. Mengabaikan keragaman sama halnya dengan mengingkari hakikat manusia itu

E.       RUMUSAN MASALAH
Sebagai acuan untuk penulis maka berdasarkan Rumusan masalah merupakan suatu acuan berdasarkan pada latar belakang masalah diatas sehingga penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan sikap kritis, toleransi, dan empati dalam masyarakat multikultural?
2.      Bagaimana perkembangan kelompok sosial dalam masyarakat multikultural ?
3.      Apa faktor  penyebab timbulnya masyarakat multikultural di Indonesia ?
4.      Apakah karakteristik masyarakat multikultural di Indonesia ?

F.       TUJUAN
Adapun tujuan dari pebuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian dari sikap kritis, toleransi, dan empati dalam masyarakat multikultural !
2.      Untuk mengetahui pengertian perkembangan kelompok sosial dalam masyarakat multikultural !
3.      Untuk mengetahui pengertian dari faktor  penyebab timbulnya masyarakat multikultural di Indonesia !
4.      Untuk mengetahui pengertian dari karakteristik masyarakat multikultural di Indonesia !




BAB II
PEMBAHASAN
A.      Sikap Kritis, Toleransi, Dan Empati Dalam Masyarakat Multikultural
1.      Pengertian Sikap Kritis Dalam Masyarakat Multikultural
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sikap kritis adalah sikap yang tidak mudah percaya, selalu berusaha menemukan kesalahan, serta tajam dalam melakukan analisis. Pengertian berpikir kritis adalah suatu perilaku dan sikap yang pada dasarnya berdasarkan dengan data serta fakta yang sah (valid) dan di barengi dengan argumen (pendapat) yang akurat. Sebagai seorang warga negara yang berprinsip demokrat harusnya dapat selalu bersikap dengan kritis, baik itu pada kenyataan empiris  dan supraempiris
Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan tingkat tinggi yang sangat penting. Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai sikap kritis tersebut, seperti yang di ungkapkan oleh Ennis (1962) : Berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Sedangkan menurut Walker (2006) :Berpikir kritis adalah suatu proses intelektual dalam pembuatan konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan atau mengevaluasi berbagai informasi yang didapat dari hasil observasi, pengalaman, refleksi, di mana hasil proses ini diguanakan sebagai dasar saat mengambil tindakan. Hal senada juga ditegaskan oleh Hassoubah (2007): Berpikir kritis adalah kemampuan memberi alasan secara terorganisasi dan  mengevaluasi kualitas suatu alasan secara sistematis.
Dari beberapa penjelasan diatas disimpulkan bahwa sebenarnya memang penting sifat kritis dalam diri seseorang, Di dalam sikap secara kritis ini tentu nya harus wajib di dukung dengan sikap tanggung jawab dengan apa yang sedang di kritisi, oleh karena itu sikap secara kritis yang ada pada suasana Bersikap kritis harus juga ditujukan dan ditanamkan dalam diri sendiri sehingga materi-materi berfikir secara kritis, bersikap secara demokratis dan sikap secara kritis dalam demokrasi wajib perlu untuk di berikan dukungan berdasarkan kemampuan untuk bisa menyelesaikan suatu masalah dengan cara penuh kedamaian. Suatu permasalahan yang berasal dari sebuah perbedaan pendapat bisa berujung dengan konflik dan untuk itu harus di tekankan suatu penyelesaian masalah yang dilakukan dengan penuh kedamaian dan bukan kekerasan.
Pada prinsifnya perlu dikembangkan untuk melatih kemampuan berpikir kritis kita. Jadi, berpikir kritis adalah bagaimana menyeimbangkan aspek-aspek pemikiran menjadi sesuatu yang sistemik dan mempunyai dasar atau nilai ilmiah yang kuat. Selain itu, kita juga perlu memperhitungkan aspek alamiah yang terdapat dalam diri manusia karena hasil pemikiran kita tidak lepas dari hal-hal yang kita pikirkan.
Sebagaimana fitrahnya, manusia adalah subjek dalam kehidupan ini. Artinya manusia akan cenderung berpikir untuk dirinya sendiri atau disebut sebagai egosentris. Dalam proses berpikir, egosentris menjadi hal utama yang harus kita hindari. Apalagi bila kita berada dalam sebuah tim yang membutuhkan kerjasama yang baik. Egosentris akan membuat pemikiran kita menjadi tertutup sehingga sulit mendapatkan inovasi-inovasi baru yang dapat hadir. Pada akhirnya, sikap egosentris ini akan membawa manusia ke dalam komunitas individualistis yang tidak peka terhadap lingkungan sekitar. Bukan menjadi solusi, tetapi hanya menjadi penambah masalah. Semakin sering kita berlatih berpikir kritis secara ilmiah, maka kita akan semakin berkembang menjadi tidak hanya sebagai pemikir kritis yang ulung, namun juga sebagai pemecah masalah yang ada di lingkungan.
Dengan berbagai persoalan keberagaman budaya memunculkan sebuah pemahaman baru tentang budaya daerah yang mempunyai ciri khas dan karateristik sendiri yang berbeda dengan yang lain sehingga perlu dipertahankan. Yang terjadi kemudian adalah munculnya pandangan etnosentrisme yaitu suatu pandangan yang menyebutkan bahwa kelompoknya adalah pusat segalanya dan semua kelompok yang lain dibandingkan dan dinilai sesuai dengan standar kelompok tadi. Dengan mengatakan bahwa suku bangsa sendirilah yang paling baik merupakan pandangan etnosentrisme. Etnosentrisme merupakan pengembangan sifat yang mampu meningkatkan nasionalisme dan patriotisme suatu bangsa tertentu. Tanpa etnosentrisme maka kesadaran nasional untuk mempertahankan suatu bangsa danmeningkatkan integrasi bangsa akan sangat sulit dicapai. Selain itu dengan etnosentrisme juga mampu menghalangi perubahan yang datang dari luar baik yang akan menghancurkan kebudayaan sendiri maupun yang mampu mendukung tujuan masyarakat suku bangsa tersebut.
Tetapi hal terpenting bahwa dalam keberagaman budaya yang ada di Indonesia ini adalah kita tidak boleh memahami perilaku kelompok lain hanya dengan membandingkan kebiasaan dan perilaku budaya sendiri. Relativisme budaya haruslah dikembangkan dalam memandang keberagaman budaya yang ada di Indonesia.
Pengertian relativisme budaya adalah tidak ada kriteria untuk menentukan tinggi dan rendahnya, maju dan mundurnya suatu budaya. Berdasarkan konsep relativisme budaya, semua budaya sama baik dan luhurnya, sama hebat dan sama agungnya. Pada dasarnya penilaian budaya harus dilakukan berdasarkan cara pandang budaya itu sendiri. Budaya sebaiknya jangan dinilai dengan menggunakan tolak ukur budaya lain, karena tidak akan ada kesesuaian antara yang dinilai dengan alat penilaiannya. Sebagai contoh, tolak ukur kedewasaan bagi suku bangsa Nias adalah keberhasilan seorang laki-laki melakukan lompat batu. Hal itu hanya dapat dinilai dari sudut pandang budaya suku bangsa Nias, tidak oleh budaya suku bangsa lain.
Relativisme budaya mampu menggambarkan kenyataan bahwa fungsi dan arti suatu unsur kebudayaan tergantung pada lingkungan kebudayaan itu berkembang. Konsep relativisme kebudayaan tidak berarti bahwa semua adat istiadat mempunyai nilai yang sama juga tidak mengetahui bahwa kebiasaan tertentu pasti merugikan. Di beberapa tempat beberapa pola perilaku mungkin merugikan tetapi di tempat lain pola semacam itu mungkin mempunyai tujuan dalam kebudayaannya dan masyarakat itu akan menderita tanpa pola semacam itu kecuali ada penggantinya. Dalam konteks lokal ke-Indonesiaan, di mana pola perikehidupan beragama sangat beragam dan plural maka relativismebudaya merupakan salah satu cara terbaik untuk menuju sikap arif danbijak dalam melihat perbedaan-perbedaan kebudayaan.
Beberapa sikap kritis yang harus dikembangkan dalam masyarakat yang beragam adalah sebagai berikut.
a.       Mengembangkan sikap menghargai (toleransi) terhadap nilai-nilai dan norma sosial yang berbeda-beda dari anggota masyarakat yang kita temui, tidak mementingkan kelompok, ras, etnik, atau kelompok agamanya sendiri dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya.
b.       Meninggalkan sikap primordialisme, terutama yang menjurus pada sikap etnosen­trisme dan ekstrimisme (berlebih-lebihan).
c.       Menegakkan supremasi hukum, artinya bahwa suatu peraturan formal harus berlaku pada semua warga negara tanpa memandang kedudukan sosial, ras, etnik, dan agama yang mereka anut.
d.      Mengembangkan rasa nasionalisme terutama melalui penghayatan wawasan berbangsa dan bernegara namun menghindarkan sikap chauvinisme yang akan mengarah pada sikap ekstrem dan menutup diri akan perbedaan kepentingan dengan masyarakat yang berada di negara-negara lain.
e.       Menyelesaikan semua konflik dengan cara yang akomodatif melalui mediasi, kompromi, dan adjudikasi.
f.        Mengembangkan kesadaran sosial dan menyadari peranan bagi setiap individu terutama para pemegang kekuasaan dan penyelenggara kenegaraan secara formal.

2.      Pengertian Toleransi Dalam Masyarakat Multikultural
Toleransi adalah adanya sikap tenggang rasa yang bertujuan memberikan kebebasan orang lain untuk menjalankan haknya. Dengan memiliki sikap toleransi, menunjukkan luasnya pola pikir seseorang sekaligus menunjukkan pemahamannya mengenai kondisi alam semesta yang sangat beraneka ragam ini. Sikap toleransi merupakan landasan utama seseorang dalam membangun kehidupan yang penuh ketenangan di lingkungan
Pada dasarnya konsep toleransi erat hubungannya dengan sikap jiwa terhadap segala sesuatu yang berbeda. Sikap jiwa yang dimaksudkan adalah sikap untuk menghormati, menghargai, bertenggang rasa, dan memberi kesempatan terhadap keberadaan segala sesuatu yang berbeda dengan apa yang ada di dalam diri kita. Konsep toleransi juga mengandung arti sebagai suatu sikap untuk tidak menghina, tidak mencela, tidak menghujat, tidak merasa benar sendiri, dan tidak ingin menang sendiri dalam hidup bersama dengan komponen lain yang berbeda dengan keberadaan kita.
Sikap toleransi dapat dilihat pada fenomena menikmati musik dari tape recorder. Setiap orang memiliki hak untuk menikmati seni, termasuk seni musik yang didengarkan melalui tape recorder. Tidak ada larangan untuk mendengarkan musik. Akan tetapi dalam menik- mati musik seseorang perlu memperhatikan situasi dan kondisi yang ada di sekelilingnya. Jika ada tetangga yang sedang berduka, atau jika ada tetangga yang sedang menyelengga- rakan acara yang membutuhkan ketenangan, maka tidak selayaknya kita menikmati musik dengan volume yang keras. Hingar bingar musik yang menimbulkan kebisingan tentu akan sangat mengganggu kenyamanan tetangga. Sebaliknya, jika kita menikmati musik dengan volume yang terbatas, kita dapat menikmati musik dengan tanpa mengganggu kenyamanan orang lain. Sikap seperti ini merupakan salah satu contoh dari toleransi.
Sikap toleransi seperti di atas perlu dikembangkan di segala bidang kehidupan. Ter- lebih-lebih dalam membina kehidupan masyarakat yang sangat beragam, baik dalam hal suku bangsa, bahasa, agama, adat istiadat, profesi, golongan, organisasi politik, dan lain sebagainya. Pengembangan sikap toleransi akan memungkinkan satu sama lain akan saling menghormati, saling menghargai, dan saling menjaga sehingga akan tercipta sebuah inte- grasi sosial. Kebalikan dari sikap toleransi adalah sikap intoleransi. Sikap intoleransi hanya akan menimbulkan rasa saling curiga, saling benci, saling hina, saling menyalahkan, yang pada gilirannya akan menimbulkan konflik sosial yang sia-sia.

3.      Pengertian Empati Dalam Masyarakat Multikultural
Menurut Kamus Besarbahasa Indonesia (KBBI), empati adalah keadan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan/pikiran sama dengan orang/kelompok lain. Orang dikatakan memiliki empati sosial manakala bersedia secara imajinatif berusaha berpikir dan merasakan dengan sudut pandang kelompok atau budaya lain.
Pengertian empati dapat dianggap sebagai kelanjutan dari Toleransi. Empati dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain oleh seorang individu atau suatu kelompok masyarakat. Budaya orang lain menjadi landasan bersikap dalam setiap interaksi yang terjalin. Empati berpotensi untuk mengubah perbedaan menjadi saling memahami dan mengerti secara mendalam.
Berbicara tentang konsep empati sosial hampir sama dengan konsep simpati. Simpati merupakan suatu proses kejiwaan yang mana seorang individu merasa tertarik terhadap seseorang atau sekelompok orang, karena sikapnya, penampilannya, wibawanya, atau perbuatannya yang dirasakan mengena di hati. Kalau empati tidak semata-mata hanya merupakan perasaan jiwa saja, melainkan dibarengi dengan organisme tubuh yang cukup mendalam sehingga seolah-olah ikut merasakan apa yang dirasakan oleh pihak lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa empati merupakan kelanjutan dari simpati.
Sikap empati berhubungan erat dengan rasa rasa iba, rasa belas kasih, hasrat untuk menolong, dan sebagainya. Kebalikan dari sikap empati adalah sikap antipati, yakni suatu sikap yang penuh dengan kebencian, kejengkelan, kecurigaan, dan dendam kesumat. Bisa dibayangkan, alangkah damainya kehidupan masyarakat jika masing-masing warganya mengembangkan sikap empati antara satu dengan yang lainnya. Sebaliknya, alangkah ributnya kehidupan masyarakat jika masing-masing warganya dijangkiti rasa antipati antara satu dengan yang lainnya.

B.       Perkembangan Kelompok Sosial Dalam Masyarakat Multikultural
Dalam suatu model multikulturalisme, sebuah masyarakat diperhatikan sebagai suatu kesatuan hidup manusia yang memiliki kebudayaan yang berlaku secara umum. Masyarakat tersebut mempunyai berbagai macam corak layaknya seperti sebuah mosaik. Pada mosaik tersebut mencakup seluruh asek kultural dari jenis warga masyarakat pada tingkatan akar rumput yang membentuk sebuah perwujudan suatu masyarakat yang jauh lebih besar, dan memiliki kebudayaan seperti layaknya sebuah mosaik.
Multikulturalsime ialah suatu ideologi, media, atau wadah yang berfungsi sebagai peningkatan derajat manusia dan serta kemanusiaan yang ada pada dirinya. Sebagai sebuah ideologi, multikulturalisme dapat terintegrasi dalam berbagai interaksi yang ada pada berbagai struktur kehidupan manusia yang mencakup dalam kehidupan sosial, bisnis, politik, ekonomi, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan berbagai kegiatan lainnya yang ada di dalam lingkup masyarakat.
Multikulturalisme tidaklah berhenti hanya pada sebuah tataran wacana, melainkan suatu ideologi yang semsetinya diperjuangkan karena hal tersebut amat diperlukan sebagai sebuah landasan bagi tegaknya HAM serta kesejahteraan hidup bagi masyarakat banyak. Multikulturalisme bukanlah sebuah ideologi yang ada dengan sendirinya, melainkan terpisah dari ideologi lainnya. Multikulturalisme memerlukan seperangkat konsepi / teori yang berupa bangunan dan konsep untuk dijadikan sebagai acuan dalam menelaah serta mengembangkan kehidupan bermasyarakat. Untuk bisa mengerti akan multikulturalisme, dibutuhkan sebuah landasan pengetahuan yang berupa teori / konsep yang relevan dan mendukung peranan serta fungsi multikulturalisme dalam kehidupan manusia.
Kelompok sosial adalah sebuah kelompok yang dinamis. Tiap-tiap kelompok sosial pasti telah melalui perkembangan dan juga perubahan. Untuk dapat melakukan penelitian mengenai gejala tersebut, diperlukan sebuah penelaahan lebih lanjut mengenai dinamika kelompok sosial tersebut. Kelompok-kelompok sosial yang memiliki sifat lebih stabil jika dibandingkan dengan kelompok sosial lainnya atau strukturnya yang tidak mengalami banyak perubahan yang signifikan. Adapun pula kelompok sosial yang telah mengalami banyak perubahan yang signifikan, meskipun tidak terdapat pengaruh dari luar, namun pada umumnya, kelompok sosial banyak mengalami perubahan sebagai akibat suatu prosesi reformasi dari pola di dalam sebuah kelompok tersebut dikarenakan terdapatnya pengaruh dari luar.
Keadaan yang fluktuatif dalam sebuah kelompok sosial terjadi dikarenakan konflik antarindividu yang ada dalam sebuah kelompok atau dikarenakan adanya konflik antarbagian kelompok tersebut sebagai akibat dari tidak seimbangnya antara kekuatan yang ada pada kelompok itu sendiri. Terdapat sebagian dalam suatu kelompok yang menginginkan suatu kekuasaan dengan melakukan pengorbanan terhadap golongan lainnya. Terdapat suatu kepentingan yang tidak berimbang sehingga muncul ketidakadilan. Terdapat juga sebuah perbedaan mengenai paham yang berkaitan dengan cara-cara pemenuhan tujuan kelompok dan lain sebagainya. Dari keseluruhan yang terjadi tersebut mengakibatkan adanya perpecahan di dalam kelompok sehingga muncul perubahan pada sebuah struktur tersebut.
Munculnya struktur yang baru berakhir pada tujuan untuk memperoleh keadaan yang stabil. Adanya keadaan yang stabil bergantung pada faktor kepemimpinan serta ideologi yang sangat mungkin juga mengalami banyak perubahan. Terkadang konflik yang terjadi dalam kelompok sosial sangat mungkin untuk dikurangi atau bahkan dihapuskan.
Perubahan terhadap struktur kelompok sosial dapat terjadi dikarenakan oleh sebab-sebab eksternal. Diantaranya sebab-sebab tersebut adalah sebagai berikut!
a.    Perubahan terhadap situasi serta kondisi yang berkaitan dengan keberlangsungan terhadap sebuah kelompok. Perubahan yang terjadi pada situasi dapat juga merubah struktur terhadap sebuah kelompok sosial tersebut.
b.    Ancaman eksternal, contohnya acapkali faktor yang memicu terjadinya perubahan struktural terhadap kelompok sosial. Kondisi berbahaya yang berasal dari luar dapat memperkokoh rasa kesatuan serta dapat meminimalisasi hasrat para anggota kelompok sosial untuk mendahulukan kepentingan pribadi.
c.    Pergantian anggota kelompok, misalnya saja personalia terhadap suatu pasukan.
d.   Perubahan yang terjadi pada situasi dan kondisi sosial serta ekonomi.
Dalam sebuah kelompok yang bersifat dinamis, sangat mungkin untuk dapat terjadi sebuah perselisihan / pertentangan antarkelompok. Jika terjadi sebuah peristiwa tersebut maka secara hipotesis prosesinya ialah sebagai berikut
a.    Jika terdapat dua jenis kelompok yang bersaing, maka akan muncul stereotip.
b.    Kontak yang terjadi antara kedua kelompok yang saling bermusuhan, tidak cukup untuk mengurangi sikap saling bermusuhan.
c.    Tujuan yang mesti didapatkan melalui kerja sama, mampu menetralisasikan dua kelompok yang saling berselisih.
d.   Dalam sebuah kerja sama untuk mencapai suatu tujuan, stereotip yang pada mulanya negatif bisa menjadi positif.
Konflik yang terjadi antarkelompok sangat mungkin terjadi dikarenakan faktor ekonomi, kultural, politik, dan agama. Disamping itu juga interaksi / hubungan antara kelompok mayoritas dan minoritas juga dapat memicu konflik. Permasalahan terhadap dinamika kelompok, juga berkaitan dengan gerakan atau perilaku yang bersifat secara kolektif. Gejala tersebut adalah suatu cara untuk berpikir, merasa dan juga beraksi terhadap suatu kelompok individu yang secara serta merta dan tidak beraturan / berstruktur. Diantara sebab-sebab sebuah kelompok / kumpulan individu menjadi agresif ialah depresi / frustasi dalam waktu yang cukup lama, tersinggung, merasa dirugikan, adanya ancaman yang berasal dari luar, merasa diperlakukan tidak adil, dan berada pada cakupan bidang kehidupan yang amat sensitif.

C.      Faktor  Penyebab Timbulnya Masyarakat Multikultural Di Indonesia
Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi keberadaan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat majemuk adalah faktor geografi, pemberdayaan laut dan kedatangan penjajah di Indonesia sehingga terjadi keanekaragaman ras, bangsa, agama, bahasa, dan unsur etnis. Bangsa yang multi etnik seperti Indonesia tidak terbentuk dalam waktu singkat tetap melalui suatu proses panjang dan melalui berbagai peristiwa. Berikut beberapa factor yang menyebabkan timbulnya masyarakat Multikultural.
1.      Keadaan Geografis
Keadaan geografis wilayah indonesia yang terdiri lebih dari 17 ribu pulau dan tersebar di suatu daerah equator sepanjang kurang lebih 300 mil dari timur ke barat dan lebih dari 1000 mil utara ke selatan , merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap tercapainya multikultural suku bangsa di indonesia. Pendatang terutama di kepulauan indonesia sekitar 20.000 tahun yang lalu. Menyusul kemudian ras melanesean negroid pada sekitar 10.000 tahun yang lalu. Kehadiran ras-ras itu terjadi pada zaman mesolithicur. Terakhir datang ras Malayan Mongoloid melalui 2 periode, zaman neolithikhum dan zaman logam, sekitar tahun 2500 tahun sebelum masehi. Ras austroloid kemudian pergi ke australia dan sisa-sisanya ada di nusa tenggara timur dan papua ras melanesian negroid tingal di maluku dan papua. Sedangkan ras malayan mongoloid tinggal di indonesia bagian barat. Ras-ras tersebut yang kemudian disebut bangsa indonesia dalam bentuk keanekaragaman suku bangsa setelah melalui proses amal gamasi dan isolasi.
Kondisi geografis yang telah mengisolir penduduk yang menempati pulau dan daerah menumbuhkan kesatuan suku bangsa yang berbeda-beda. Mereka mengembangkan mitos-mitos tentang usul-usul keturunan dan nenek moyangnya.
2.      Letak Wilayah yang Strategis.
Letak indonesia yang strategis antara samudra hindia dan pasifik sangat mempengaruhi proses multikultural, seperti unsur kebudayaan dan agama. Kepulauan indonesia merupakan jalur lalu lintas perdagangan antara india, cina ,dan wilayah asia tenggara. Melalui para pedagang asing pengaruh kebudayaan dan agama masuk ke wilayah indonesia. Daerah penyeberan kebudayaan dan agama yang tidak merata menyebabkan terjadinya proses multikultural unsur kebudayaan dan agama.
Pengaruh agama dan kebudayaan hindhu-budha pada awal tarikh masehi hanya berkembang di wilayah indonesia barat. Pengaruh kebudayaan china terutama hanya terjadi di daerah pantai dan kota-kota dagang. Pengaruh kebudayaan china terutama hanya terjadi di daerah pantai dan kota-kota dagang. Pengaruh ajaran islam berkembang pada abad ke-13, terutama di indonesia bagian barat dan sebagian dari maluku . Pengaruh kolonial portugis dengan agama katoliknya terjadi terutama di wilayah nusa tenggra timur. Pada abad ke-16 Belanada datang dan pada abad ke-17 mengembangkan agama kristen dan katolik di beberapa daerah di sumatra, kalimantan, sulawesi, maluku, papua dan kota-kota besar di jawa.
3.      Kondisi Iklim yang Berbeda
Wilayah lingkungan hidup suku-suku bangsa juga memperlihatkan variasi yang berbeda-beda. Ada komunitas yang mengandalkan pada laut sebagai sumber kehidupannya, seperti orang laut di kepulauan riau dan orang bajo di sulawesi selatan, dan serta asmat di irian jaya , dan lain sebagainya . Karekter multikultural di tambah lagi dengan perbedaan-perbedaan tipe masyarakatnya terlihat pada komunaitas kosmopolitan perkotaan ,komunitas peralihan dari pertanian ke industri dan sebagian lainya masih mencirikan komunitas berbudaya suku bangsa (tribal comunites).
Perbedaan curah hujan dan kesuburan tanah merupakan kondisi yang menciptakan dua macam lingkungan ekologis yang berbeda di indonesia, yakni daerah prtanian sawah (wet rice cultivation) yang banyak dijumpai di pulau jawa dan bali serta daerah pertanian ladang (shifting cultivation) yang banyak kita jumpai di luar pulau jawa. Perbedaan lingkungan ekologis tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan antara jawa dan luar jawa dalam bidang kependudukan, ekonomi, sosial dan budaya. Sistem pertanian sawah di jawa mendorong tumbuhnya suatu tertib kemasyarakatan yang mendasarkan diri pada kekuaasan di daratan, sedangkan sistem pertanian ladang di luar jawa mendorong tumbuhnya sistem kemasyarakatan yang mendasarkan diri pada kekuasaan di lautan sehingga memiliki keunggulan dalam perdagangan. Apabila di jawa pernah tumbuh kekuasaan Mataram kuno dan Majapahit yang gemilang maka di luar jawapun pernah berkembang kerajaan melayu dan sriwijaya yang cemerlang.
4.      Intregasi Nasional yang Berasal dari Kelompok Suku Bangsa yang Beraneka Ragam
Integrasi suku bangsa dalam kesatuan nasional menjadi bangsa indonesia dsalam kesatuan wilayah negara indonesia. Paling tidak di picu oleh empat peristiwa penting, yaitu sebagai berikut :
a.         Kerajaan sriwijaya (Abad ke VII) dan majapahit (Abad ke XIII)telah mempersatukan suku bangsa- suku bangsa indonesia dalam kesatuan politis , ekonomis ,dan sosial.
b.         Kekuasaan kolonialisme belanda selama tiga setengah abad telah menyatukan suku bangsa- suku bangsa di indonesia dalam satu kestuan nasib dan cita-cita
c.         Selama periode pergerakan nasional ,para pemuda indonesia telah menolak menonjolkan isu ke suku bangsaan dan melahirkan sumpah pemuda yang terkenal pada tahun 1928 .Bahkan , bahasa milik suku minoritas melayu riau telah ditetapkan sebagai bahasa nasional(bukan bahasa milik suku mayoritas jawa)
d.        Proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 agustus 1945 yang mendapat dukungan dari semua suku bangsa di indonesia yang mengalami nasib yang sama di bawah penjajahan belanda dan jepang.
Walaupun integrasi secara nasional telah terbentuk (secara politis), tetapi dalam kenyataanya bangsa indonesia selalu mengalami konflik-konflik secara internal (SARA). Berdasarkan latar belakang timbulnya masyarakat multikultural di indonesia , maka kelompok-kelompok sosial yang tumbuh pun beranekaragam seperti kelompok etnis (suku bangsa) agama ataupun kelompok berdasarkan stratifikasi sosialnya.


D.      Karakteristik Masyarakat Multikultural Di Indonesia
Indonesia  adalah  salah satu negara yang multikultural. Hal, ini disebabkan oleh keberagaman masyarakat yang kompleks.  Dapat kita perkirakan bahwa terdapat puluhan bahkan hampir mencapai ratusan  suku  bangsa dengan bahasa, adat istiadat dan agama yang berbeda-beda yang menempati setiap pulau atau sebagian dari suatu pulau di Nusantara ini tumbuh  menjadi kesatuan suku bangsa yang sedikit banyak terisolasi dari kesatuan suku bangsa yang lain. Tiap kesatuan  suku bangsa  terdiri dari sejumlah orang yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan emosional, serta memandang diri mereka masing-masing sebagai suatu  jenis  tersendiri. Dengan perkecualian yang sangat kecil, mereka pada umumnya memiliki bahasa dan warisan kebudayaan yang sama. Lebih daripada itu, mereka biasanya mengembangkan kepercayaan bahwa mereka memiliki asal-usul keturunan yang sama, satu kepercayaan yang seringkali di dukung oleh mitos-mitos yang hidup di dalam masyarakat.
Namun, suatu hal yang membanggakan bahwa meskipun tingkat kemajemukannya tinggi tetapi  tetap  koko sebagai suatu kesatuan. Hal  ini  didasarkan  pada  ide  atau  cita cita  yang  terdapat  dalam lambang negara yang dilengkapi dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Mekipun dengan semboyan demikian, bukan berarti di  dalam masyarakat Indonesia  yang  multikultural  itu tidak terjadi gejolak-gejolak   yang mengarah kepada pepecahan dalam segala bidang. Hal yang terpenting adalah mayoritas kelompok atau lingkungan hukum  adat  yang  ada mengakui dan menyadari akan kesatuan di dalam keanekaragaman yang ada.
Pierre L. Va den Berghe seorang sosiolog terkemuka menjelaskan karakteristik masyarakat multikultural dan memprediksikan akibat dari kehidupan sehari-harinya sebagai berikut : 
1.    Terjadi segmentasi ke dalam kelompok sub budaya yang saling berbeda (Primordial).  Masyarakat multikultural yang tersegmentasi dalam kelompok subbudaya saling berbeda merupakan masyarakat yang terbagi-bagi dalam kelompok-kelompok kecil berdasarkan ras, suku, agama masing-masing dan dalam pergaulan terpisahkan karena individu lebih memilih berinteraksi dengan orang satu suku, ras, atau agamanya saja. Dalam pengertian lain, masyarakat multikultural terlihat hidup bersama meski berbeda ras, agama, dan etnis (tersegmentasi), akan tetapi dalam kesehariannya mereka lebih sering memilih bersahabat atau bergaul dengan orang-orang berasal dari daerah mereka saja karena dianggap lebih mudah berkomunikasi, memiliki ikatan batin yang sama, dan memiliki banyak kesamaan.
2.    Memiliki struktur yang terbagi ke dalam lembaga non komplementer. Dalam masyarakat multikultural tidak hanya memiliki lembaga formal yang harus ditaati, tetapi mereka juga memiliki lembaga informal (nonkomplementer) yang harus ditaati. Dengan kata lain, mereka lebih taat dan hormat pada lembaga nonkomplementer tersebut karena dipimpin oleh tokoh adat yang secara emosional lebih dekat. 
3.    Kurang mengembangkan konsensus di antara anggota terhadap nilai yang bersifat dasar. Masyarakat multikultural dengan berbagairagam ras, etnik, dan agama menimbulkan perbedaan persepsi, pengalaman, kebiasaan, dan pengetahuan akan mengakibatkan sulitnya mendapatkan kesepakatan terhadap nilai maupun norma yang menjadi dasar pijakan mereka. Singkatnya, masyarakat ini sulit menyatukan pendapat karena perbedaan-perbedaan yang mereka pegang. 
4.    Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling tergantung secara ekonomi. Dengan berbagai perbedaan, masyarakat multikultural susah mendapatkan kesepakatan dalam berbagai hal. Dengan itulah, untuk menyatukannya harus ada pemaksaan demi tercapainya integrasi sosial. Selain itu, masyarakat ini saling tergantung secara ekonimi dasebabkan oleh kedekatannya hanya dengan kelompok-kelompok mereka saja. 
5.    Adanya dominasi politik suatu kelompok atas kelompok lain Masyarakat multikultural memiliki kelompok-kelompok berbeda-beda secara ekonomi dan politik. Tak bisa dipungkiri akan terdapat kelompok yang mendominasi politik dan dengan sendirinya kelompok tersebut biasanya memaksakan kebijakan politiknya demi keuntungan kelompoknya sendiri. 
















BAB III
PENUTUP
C.      Kesimpulan
Dari semua penjabaran diatas dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran multikultural dengan teknik bertoleransi dan berempati dapat meredam perilaku stereotipe dan berkonflik di kalangan siswa maupun masyarakat multikultural. Peranan pendidikan multikultural juga sangat penting bagi siswa dan masyarakat multikultural untuk mengembangkan sikap kritis, toleransi dan empati terhadap perbedaan dalam masyarakat karena multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan. Untuk itu komunikasi antar budaya perlu dibangun disertai dengan sikap kritis, toleransi dan empati.

D.      Saran
Pembelajaran multikultural dengan teknik bersikap kritis, bertoleransi dan empati merupakan pembelajaran yang menuntut kerjasama dan pemahaman bersama terhadap keberadaan anggota kelompok lain yang berbeda ragam latar budaya. Oleh karena itu sebaiknya kita bersikap kritis namun juga bertoleransi dan empati terhadap masyarakat majemuk agar keanekaragaman budaya diakui dan dihormati sehingga dapat difungsikan secara efektif dalam menengahi setiap isu sparatisme dan integrasi sosial.
Semangat kemanunggalan atau ketunggalan bukan faktor yang paling potensial melahirkan persatuan kuat. Pengakuan adanya pluralitas akan lebih menjamin terwujudnya persatuan menuju pembaruan sosial yang demokratis.











DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/multikulturalisme/, diaksespada tanggal 25 Oktober 2016










https://formsurakartantb10.wordpress.com/education/, diaksespada tanggal 25 Oktober 2016
















No comments:

Post a Comment

P3K Tahap 3

https://youtu.be/dmcjx-zTSCQ