Keragaman
Sosial dan Budaya di Kabupaten Jember
Di setiap
daerah pasti meiliki bentuk keragaman baik itu suku, bangsa, agama, dan budaya
hal ini sesuai dengan kaidah Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia memang Negara yang
terbentuk dari beragam suku, budaya, bangsa dan agama. Tak lepas dari itu maka daerah
Kabupaten Jember sebagai salah satu wilayah Kabupaten yang ada di Indonesia
juga memiliki bentuk keragaman sosial dan budaya tersebut.
Nah kali ini kami akan membahas tentang keraganama sosial dan budaya yang
ada di Kabupaten Jember. Sebelum pada pembahasan terlebih dahulu kita harus
mengetahui pengertian
budaya, budaya itu sendiri berasal dari
bahasa Sansekerta, Budhayah yang berarti budi atau akal. Budaya adalah
segala sesuatu yang dipelajari, dialami dan diwariskan bersama secara sosial
yang melahirkan makna pandangan hidup yang akan mempengaruhi sikap dan tingkah
laku para anggota dalam suatu masyarakat.
Beberapa pengertian budaya dari berbagai
ahli: Ki Hajar Dewantara mengartikan kebudayaan berarti buah budi
manusia sebagai hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat yakni zaman
dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk menghadapi berbagai
rintangan dan kesukaran dalam hidup guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Menurut Koentjaraningrat, “kebudayaan adalah seluruh system
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri sendiri. Sedangkan menurut Dr. K. Kupper mengartikan kebudayaan sebagai
system gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap
dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok. Dalam hal
yang lain Edward B.
Taylor
mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan kompleks yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Wujud Kebudayaan
-
Sistem budaya
merupakan wujud ideal dari kebudayaan yang mempunyai ciri abstrak contoh
ide-ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan lain sebagainya.
-
Sistem sosial
merupakan wujud kebudayaan sebagai aktivitas serta tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat. Sebagai contoh adalah aktivitas manusia bergaul dan
berinteraksi berdasarkan adat tata kelakuan.
-
Artefak
merupakan wujud kebudayaan sebagai benda yang dapat dilihat sejarah jelas dan
dapat diraba. Sebagai contoh Candi Borobdur, Wayang, Perahu Pinisi, dan lain
sebagainya.
Bentuk Keragaman Sosial dan Kebudayaan
Kebudayaan dibagi menjadi dua yakni kebudayaan jasmani
dan kebudayaan rohani.
Kebudayaan jasmani dapat dirasakan,
dilihat, dan diraba sebagai contoh alat musik tradisional, pakaian adat dan
arsitektur bangunan. Sedangkan kebudayaan rohani adalah kebudayaan yang hanya
bisa dirasakan namun tidak dapat diraba dan dilihat contonya kepercayaan dan
ideology.
Masyarakat sebagai generasi
masyarakat hasil persilangan antara dua atau lebih populasi masyarakat. Budaya Masyarakat muncul sebagai
suatu hasil dari proses percampuran dari beberapa budaya. Dengan demikian,
masyarakat Jember dengan budaya persilangan merupakan proses kreatif yang
terjadi dalam proses perjalanan interaksi antara berbagai budaya yang terjadi
di Jember.
Namun, budaya masyarakat agraris di Jember
masih dominan sampai saat ini. Ciri utama dari masyarakat agraris lebih banyak
menggantungkan kehidupannya dari sumber daya alam, terutama dalam usaha
pertanian dan perkebunan serta sebagai nelayan di bagian selatan kabupaten
Jember yang berbatasan dengan hamparan luas Samudera Indonesia. Wilayah Jember merupakan open area
(wilayah yang terbuka) bagi datangnya pengaruh berbagai budaya yang beraneka
ragam latar belakangnya. Sehingga di wilayah Kabupaten Jember sangat terbuka
peluang kreatifitas bagi masyarakat yang meninggalinya.
Budaya Masyarakat Jember tidak bisa
dilihat hanya campuran
Jawa – Madura, namun budaya dalam masyarakat Jember ibarat
pelangi yang berwarna warni yang terbentuk dari kreatifitas dan interaksi budaya yang terjadi dalam masyarakat
di wilayah Kabupaten Jember. Maka boleh dikatakan bahwa proses kreatifitas budaya masyarakat yang ada di
Jember
terjadi akibat interaksi sejarah, geografis serta keterbukaan yang terjadi di
wilayah Jember.
Contoh Keragaman sosial dan budaya di Kabupaten Jember
Beberapa keragaman sosial
dan budaya di Daerah Kabupaten Jember Jawa Timur secara umum adalah sebagai berikut:
1.
Tota’an Doro (Merpati)
Tota’an doro berasal dari dua bahasa yaitu bahasa
Madura dan bahasa jawa. Kata tota’an berasal dari bahasa Madura yang artinya
menuangkan, menumpahkan, mengeluarkan sedangkan kata doro berasal dari bahasa
jawa yang artinya adalah merpati. merpati diartikan sebagai
simbol damai dan juga juga simbol kesetiaan. Tota’an doro (merpati) ini kata berawal dari Kecamatan
Semboro Kabupaten Jember, dimana merpati mewakili
sebuah tradisi panjang bernama Tota’an kemudian menyebar ke daerah lain di
Jember, seperti Puger, Tanggul Mangli hingga di pusat kota Jember.
Tota’an merpati ini dijadikan kelompok paguyuban oleh salah satu calon bupati pada waktu itu. Acara Tota’an burung merpati ini sendiri digelar bervariasi ada yang setahun dua kali, 1 bulan sekali, 15 hari sekali oleh pecinta burung
merpati. Bahkan dijadikan ajang lomba dan arisan bahkan juga pergantian
antar desa satu dengan desa yang lain. Namun bagi mereka para pencinta burung
merpati, tota’an merpati merupakan wadah untuk berkumpul dan menjadikan acara ini
sebagai sarana merekatkan persaudaraan. Dalam acara”
tota’an ini, para penggemar burung merpati saling bertukar informasi seputar perawatan burung,
dan di sambung juga acara makan-makan.
Tak
jelas juga apa makna kata Tota’an. Namun realitas acap melampaui makna kata.
Lihatlah, bagaimana saat siang datang, ratusan orang meriung membawa keranjang
berisi burung dara dengan tak menampik rasa bangga. Jumlah merpati bisa
mencapai ribuan ekor. Setiap burung dara yang hadir dalam acara Tota’an
didandani dengan berbagai pernik. Ada pita warna-warni, hiasan jambul.
Mereka diberi nama yang ganjil, kadang lucu: Penakluk Cewek, Anak Manja,
Putra Utama.
Tak
ada alasan apapun di balik penamaan ini, kecuali keinginan bersenang-senang.
Tota’an diawali dengan melepas sepasang merpati dari dua daerah yang berbeda.
Dua merpati itu mewakili mata angin, dan disebut dengan pengantin barat dan
pengantin timur. Selepas pasangan pengantin itu diterbangkan, para penyuka
merpati ini berkumpul di tengah lapangan, untuk melepaskan ribuan burung milik
masing-masing yang sedari tadi telah dipersiapkan. Merpati terbang, kembali ke
kandang masingmasing. Merpati tak pernah ingkar janji.
2.
JFC
JFC adalah Salah
satu wujud pelestarian seni budaya yang telah menjadi ciri khas tersendiri yang
telah dimodifikasi secara moderen, unik dan kotemporer adalah melalui sebuah
event tahunan yang sangat terkenal dan menjadi trend center atau contoh bagi
daerah lain yaitu event Jember Fashion Carnaval atau dikenal dengan JFC.
Jember Fashion Carnaval ini adalah sebuah event acara karnaval busana yang
digelar rutin tiap tahunnya di kabupaten Jember dan telah menjadi contoh bagi
daerah lain untuk menyelenggarakan event serupa.
Setiap even JFC selalu ada defile dengan mengangkat
budaya atau kesenian tradisional Indonesia sebagai bentuk promosi budaya
Indonesia kepada dunia dan tentunya memiliki pesan kepada dunia internasional.
"JFC ke-14 ini kami menghadirkan Kejayaan Kerajaan Majapahit dan kesenian
tradisional Reog Ponorogo yang dikemas dalam busana dan seni yang luar
biasa," tukasnya.
Yang menjadi pembeda dengan karnaval mode pada
umumnya adalah busana yang digunakan oleh peserta JFC merupakan hasil
rancangannya sendiri, dibuat dengan dana sendiri, dan diperagakan sendiri,
sehingga masing-masing peserta harus berpikir kreatif untuk menciptakan
busana yang unik dan spektakuler sesuai dengan tema defile.
3.
Petik Laut Puger (Larung
Sesaji)
Petik Laut atau ada yang menyebut dengan Larung
Sesaji, salah satu tradisi tahunan yang ada di Puger, merupakan bentuk pengaruh
kondisi alam yang didominasi oleh Lautan. Petik Laut dapat dilihat sebagai
interaksi kehidupan manusia dengan alam semesta yang menyediakan berbagai
sumber kehidupan baik itu ikan-ikannya maupun sumber daya alam lainnya.
Tradisi Petik Laut berupa larung sesaji yang
dihanyutkan ke tengah laut. Dinamisme kepercayaan leluhur yang merupakan bagian
dari tradisi lokal dengan cara sesajian dilarung ke tengah laut menggunakan
miniatur kapal atau perahu sampan berukuran kecil. Didalamnya berisi berbagai
macam buah-buahan, tumpeng dan kepala sapi. Sebelum dilarung diadakan kirab
budaya atau arak-arakan keliling desa dimana para pesertanya adalah perangkat
desa setempat mulai dari Ketua RT, Ketua RW sampai Kepala Desa dan warga
nelayan.
Tradisi dan budaya yang berkembang di Puger tidak
dapat dilepaskan dari kondisi alam yang didominasi lautan luas Samudera
Indonesia. Tradisi dan budaya nelayan menjadi dominan dalam masyarakat Puger.
Masyarakat yang tinggal di Puger merupakan masyarakat yang multikultura,
diantara terdapat suku Mandar, Jawa, Madura, China serta sebagian kecil
keturunan Eropa / Belanda campuran.
4.
Larung Sesaji Papuma
Ini acara ritual tahunan. Namanya
larung sesaji, siang itu digelar di Pantai Pasir Putih Malikan (Papuma). Ada
keriuhan, ditingkahi wangi asap dupa, kemenyan. Sepotong kepala kambing
diletakkan di atas miniatur kapal dan diarak bersama-sama menuju samudera.
Para pengaraknya memakai pakaian adat Jawa, dengan iringan reog Singo Budoyo.
Di tengah pantai Papuma, sejumlah sesepuh mendorong ‘kapal’ sesaji itu ke
tengah laut. Sesaji itu adalah perwujudan rasa syukur masyarakat nelayan di
selatan Jember, atas melimpahnya panen ikan tahun ini. Mereka berharap, panen
ikan terjadi sepanjang tahun. Selamanya. Larung sesaji juga lukisan harmoni
masyarakat Jember selatan. Seniman, jagawana, polisi, tokoh adat, tokoh agama,
dan penjaga vihara, tumplek blek. Tahun lalu, barongsai menjadi seni tradisi
yang dimainkan. Tahun ini, reog menjadi pilihan. Malam sebelumnya, wayang kulit
sudah digelar, mendahului acara larung di siang itu. Bagi sebagian kalangan,
larung sesaji adalah perpaduan atau sinkretisme sejumlah elemen agama: Islam,
kejawen, Konghucu. Acara ini sudah lima kali digelar selama lima tahun
terakhir. Dalam perkembangannya semakin banyak masyarakat dan wisatawan yang
tertarik pada upacara ini. Tentu saja, ini aset wisata budaya yang unik dan
menarik. Tak hanya mempromosikan keindahan, tapi juga makna kedamaian sebuah
perbedaan dalam masyarakat yang beragam.
5.
Tari Lahbako
Tari Lahbako adalah tarian tradisional yang
menggambarkan kehidupan para petani tembakau di Jember, Jawa Timur.
Tarian ini dipentaskan oleh beberapa penari perepuan dengan gerakan yang
menggambarkan aktivitas para petani di ladang atau kebun tembakau. Tari Lahbako
ini merupakan salah satu kesenian tradisional yang terkenal di Jawa Timur dan
menjadi salah satu icon kota Jember.
Kabupaten
Jember adalah salah satu daerah penghasil tembakau terbesar dan terbaik di
Indonesia. Tak heran, Jember pun mendapat julukan ‘kota tembakau’. Tradisi
petani tembakau Jember mempunyai kebiasaan yang unik dan khas dalam menanam,
mengolah tembakau sampai dengan proses pengepakan dengan memakai kostum dan
busana yang menunjukkan aktifitas mereka. Hal itu menjadi suatu inspirasi bagi
para seniman untuk diwujudkan menjadi tarian pengolahan tembakau yang dinamakan
“Tari Lah Bako“. Tarian ini menjadi salah satu tarian tradisional masyarakat
Jember.
Tari Lahbako ini diciptakan pada tahun 1980an yang diprakarsai oleh Bupati
Jember pada saat itu. Tarian ini terinspirasi dari keseharian masyarakat Jember
yang sebagian besar merupakan petani tembakau. Daerah Jember sendiri merupakan
salah satu daerah penghasil tembakau terbaik dan terbesar di Indonesia. Selain
itu Tari Lahbako ini juga merupakan bentuk penghargaan terhadap peran perempuan
Jember terhadap industry tembakau di
sana. Karena sebagian besar pengerjaan pada produksi tembakau dilakukan oleh
perempuan. Sehingga terciptalah Tari Lahbako yang menggambarkan aktivitas para
petani tembakau di sana.
Nama Tari
Lahbako tendiri merupakan gabungan dari 2 kata yaitu “Lah” dan “Bako”. Kata Lah sendiri merupakan potongan dari kata
“olah” atau “mengolah”. Sedangkan kata Bako
sendiri merupakan konotasi dari kata “tembakau”. Sehingga dapat diartikan Tari
Lahbako merupakan tarian yang menggambarkan pengolahan tembakau.
6.
Reog di Pendalungan
Reog memang berasal dari Ponorogo,
Jawa Timur. Namun di Jember, reog juga menemukan rumahnya, terutama di wilayah
selatan. Bahkan, di Jember, reog tak hanya dimainkan oleh mereka yang berasal
atau memiliki pertalian darah dengan warga Ponorogo. Bagaimana reog bisa sampai
di Jember? Semua berawal dari upaya pemerintah kolonial membawa para kuli
perkebunan dari wilayah Mataraman untuk bekerja di Jember. Belanda menjadikan
Jember sebagai daerah pemasok hasil perkebunan, mulai dari tembakau hingga
gula. Dipisahkan dari kampung halaman, para kuli ini membentuk
kelompok-kelompok seni reog sebagai bagian dari penguatan identitas diri. Ada
dua kelompok reog tertua di Jember, yakni di Desa Pontang Kecamatan Ambulu dan
Desa Kesilir Kecamatan Wuluhan.
Mereka sudah ada sejak tahun
1950-an. Bahkan, ada yang mengatakan, sejak tahun 1920-an. Saat ini, ada
23 kelompok reog di Jember, yang antara lain tersebar di wilayah Jember
selatan, seperti Kalisanen, Sidodadi, Pontang, Ambulu, Wuluhan, hingga Kecamatan
Kencong. Mereka mengelola kelompok ini dengan swadaya dan kemandirian. Sulit
berharap sepenuhnya dari pemerintah daerah. Untunglah ada Universitas Jember
mengisi kekosongan. Di sini, lahir paguyuban seni reog mahasiswa bernama
Sardulo Anorogo, yang berarti harimau yang rendah hati. Rektorat juga menyokong
kegiatan reog, dengan membuat acara pentas kolosal setiap tahun yang
dibarengkan dengan peringatan hari jadi perguruan tinggi itu. Selama ini, ada
persoalan regenerasi kelompok reog yang berada jauh dari Ponorogo. Regenerasi
paling sulit ada di posisi pembarong dan pengrawit, terutama untuk posisi
peniup terompet dan penabuh kendang. Kehadiran Sardulo Anorogo di Jember
membuat persebaran peminat reog lebih beragam, dan ini mempermudah regenerasi.
Anggota paguyuban mereka berasal dari Lumajang, Gresik, Tulungagung, Jember,
Probolinggo, dan bahkan dari Bali. Jika dihitung sejak 1993 hingga saat ini,
paguyuban tersebut sudah memiliki seribu anggota. Sebagian dari mereka kini
memiliki kelompok reog sendiri atau melatih di sekolah-sekolah di Ngawi,
Madiun, atau di Ponorogo sendiri. Kemampuan berdiaspora ini yang membuat reog
sulit mati.
Dari sisi pakem, Sardulo Anorogo
juga mampu menyumbangkan warna tersendiri. Sardulo Anorogo mengadaptasi
gerakan-gerakan seni tradisi lain, seperti gaya gamelan Banyuwangi, gamelan
jaranan, atau penambahan model atraksi. Pakem utama memang masih ke reog
Ponorogo, namun ada warna lokalitas Pendalungan. Saat Malaysia mengklaim
kesenian ini, para pegiatnya justru bangkit dan bersemangat lebih daripada
biasanya. Mereka ingin menunjukkan, bahwa reog adalah milik Indonesia.
7.
Musik Patrol
Di keheningan bulan puasa akan
terdengarlah alunan syahdu musik kayu ditabuh oleh pemuda dan anakanak keliling
dari desa ke desa untuk membangunkan orang yang akan melaksanakan sahur. Alat
musik ini terbuat dari kayu nangka pilihan untuk mendapatkan suara yang
diinginkan. Berawal dari tradisi yang bernama ‘kothekan’ (memukul-mukul kayu
dan kentongan untuk membuat bebunyian), alat ini kemudian dinamakan musik
kendang patrol dan sudah ada secara turun temurun di masyarakat Jember. Saat
ini musik kendang patrol tidak hanya menjadi musik hiburan untuk masyarakat dan
wisatawan, namun juga ditampilkan pada acara-acara resmi dan karnaval.
8.
Jaranan
Seni tradisi Jaranan dikenal sebagai
seni tradisi daerah Mataraman di Jawa Timur. Di Kabupaten Jember, seni tradisi
ini banyak dipentaskan di wilayah selatan yang memang dihuni warga keturunan
kawasan Mataraman. Konon kesenian ini muncul bersamaan dengan terpecahnya
Kerajaan Kahuripan menjadi Kerajaan Jenggala dengan ibukota Kahuripan dan
Kerajaan Panjalu atau Kediri dengan Ibukota Dhahapura. Jaranan selalu
terkait dengan hal-hal yang bersifat gaib. Masa dulu, seni tradisi ini
digunakan untuk upacara terkait pemujaan terhadap roh leluhur keraton. Di
Jember, seni tradisi ini kini tak terkait dengan urusan keraton atau hal-hal
bersifat keningratan.
Namun saat menyaksikan jaranan, kita
masih bisa merasakan adanya sesuatu yang supranatural di sana. Pemeran jaranan
bertingkah laku seperti orang kesurupan dan kadang membuat penonton tertawa
atau menjerit. Kendati demikian, atraksi ini tidak membahayakan, karena ada
pawang yang senantiasa menjaga agar seniman jaranan yang beraksi tak
mengganggu. Seni tradisi jaranan memang tak berjarak dengan masyarakat.
Para seniman jaranan menari di kelilingi orang banyak yang melingkar. Di
kawasan selatan, seni tradisi ini tak kehabisan bakat-bakat muda yang
melestarikannya. Sejumlah orang, seperti Mbah Karno, membuat semacam sanggar
untuk melatih anak-anak muda itu berkesenian.
9.
Jaran Kencak
Salah
satu warisan budaya dan seni di masyarakat Jember adalah jaran kencak (kuda
menari). Bagi masyarakat desa Jember bagian selatan mempunyai kegemaran
bilamana mempunyai hajat akan menggelar jaran kencak untuk menghibur para tamu
yang diundang. Kuda atau jaran kencak (bhs Jawa) yang dipakai bukan sembarang
kuda, namun kuda jenis ini adalah kuda yang senang menari dengan mengikuti
irama musik tradisional yang ditabuh oleh pengiringnya. Untuk melengkapi keunikan
dan lebih menarik maka kudakuda itu dihias sedemikian rupa.
10.
Can Macanan
Kaduk
Harimau
Besar dari Karung Goni – Can Macanan Kaduk. Inilah seni tradisi di Jember yang
masih dipertahankan sangat kuat oleh para pegiat komunitas kesenian. Tak ada
yang bisa memastikan bagaimana dan kapan Can Macanan Kaduk hadir pertama kali
di bumi Jember. Namun ini adalah refleksi kehidupan masyarakat perkebunan,
tentang bagaimana mereka menjaga kebun dari hewan liar.
Can
Macanan Kaduk bisa diartikan secara bebas sebagai harimau yang terbuat dari
karung goni. Sepintas Can Macanan Kaduk mirip dengan tarian Barongsai Tionghoa.
Satu kelompok membutuhkan setidaknya 45-50 orang untuk sekali pentas. Ini
menunjukkan betapa budaya antara satu komunitas dengan komunitas lain saling
mempengaruhi di Indonesia. Seni tradisi adalah representasi kekuatan dan
harmoni dalam masyarakat Indonesia. Salah satu kelompok Can Macanan Kaduk yang
masih terus berupaya bertahan di tengah gerusan modernitas adalah Bintang
Timur.
Kelompok
ini berdiri tahun 1974 di kawasan Tegalboto. Mempertahankan seni tradisi ini,
para anggota beberapa kelompok Can Macanan Kaduk menggelar semacam arisan yang
memungkinkan mereka tetap berkesenian secara rutin dua pekan sekali. Para
anggota ini memiliki loyalitas dan dedikasi. Mereka berasal dari beragam latar
belakang sosial, seperti tukang becak, pelajar sekolah, maupun mahasiswa. Can
Macanan Kaduk terdiri atas atraksi burung Garuda, anak-anak, bela diri tangan
kosong, atraksi berpasakangan, Can Macanan, dan atraksi Marlena.
Pementasan
selalu dimulai saat malam, sekitar pukul sembilan hingga dini hari. Hingga saat
ini, sebagian warga lokal yang memiliki hajat pernikahan atau khitanan
mengundang kelompok Can Macanan Kaduk untuk menghibur. Praktis kelompok ini
akhirnya bersaing dengan hiburan modern macam pentas karaoke dangdut.
No comments:
Post a Comment