Makalah Mahkamah Internasional
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mahkamah Internasional
Mahkamah Internasional adalah badan
perlengkapan PBB yang berkedudukan di Den Haag, Belanda. Mahkamah Internasional
merupakan mahkamah pengadilan tertinggi di seluruh dunia. Oleh karena itu,
Mahkamah Internasional memiliki peran dalam mengadili perselisihan kepentingan
dan hukum antara Negara-negara di dunia.
Mahkamah Internasional (MI)
merupakan salah satu badan perlengkapan PBB yang berkedudukan di Denhag
(Belanda). MI memiliki 15 orang hakim yang dipilih dari 15 negara dengan masa
jabatan 9 tahun. Selain memberikan pertimbangan hukum kepada Majelis Umum PBB
dan Dewan Keamanan PBB MI pun bertugas untuk memeriksa dan menyelesaikan
perselisihan-perselisihan yang diserahkan kepadanya. dalam mengadili suatu
perara MI berpedoman pada Traktat-traktat dan kebiasaan -kebiasaan
Internasional.
Prosedur Penyelesaian Kasus HAM
Internasional
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM
oleh mahkamah internasional dapat dilakukan melalui prosedur berikut :
1.
Korban pelanggaran HAM dapat mengadukan kepada komisi
tinggi HAM PBB atau melalui lembaga HAM internasional lainnya
2.
pengaduan ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan
penyidikan.
3.
dengan bukti-bukti hasil penyelidikan dan penyidikan
proses dilanjutkan pada tahap peradilan, dan jika terbukti maka hakim MI akan
menjatuhkan sanks
B.
Sejarah dan Latar Belakang Dibentuknya Mahkamah
Internasional
Salah satu alternatif penyelesaian
sengketa secara hukum atau 'judicial settlement' dalam hukum internasional
adalah penyelesaian melalui badan peradilan internasional. Dalam hukum
internasional, penyelesaian secara hukum dewasa ini dapat ditempuh melalui
berbagai cara atau lembaga, yakni: Permanent Court of International of Justice
(PCIJ atau Mahkamah Permanen Internasional), International Court of Justice
(ICJ atau Mahkamah Internasional), the International Tribunal for the Law of
the Sea (Konvensi Hukum Laut 1982), atau International Criminal Court(ICC).
PCIJ pendahulu Mahkamah
Internasional (ICJ), dibentuk berdasarkan pasal XIV Kovenan Liga Bangsa-bangsa
(LBB) pada tahun 1922. Badan LBB yang membantu berdirinya PCIJ adalah Dewan
(Council) LBB. Dalam sidangnya pada awal 1920, Dewan menunjuk suatu Advisory
Committee of Jurists untuk membuat laporan mengenai rencana pembentukan PCIJ.
Komisi yang berkedudukan di Den Haag dipimpin oleh Baron Descamps dari Belgia.
Pada bulan Agustus 1920, Descamps mengeluarkan dan menyerahkan laporan mengenai
rancangan pembentukan PCIJ kepada Dewan.
Dalam pembahasan di Dewan, Rancangan
tersebut mengalami perubahan-perubahan. Rancangan tersebut pada akhirnya
berhasil dirumuskan menjadi Statuta yang mendirikan PCIJ pada tahun 1922. Dua
masalah yang timbul pada waktu itu adalah bagaimana memilih hakim dan di mana
tempat kedudukan PCIJ. Hasil rancangan Statuta Baron Descamps pada waktu itu
telah berpikir jauh ke depan (dan sekarang masih digunakan). Rancangan Descamps
yaitu bahwa hakim-hakim yang dipilih harus mewakili peradaban dan sistem hukum
di dunia.
Masalah tempat kedudukan PCIJ
berhasil dipecahkan berkat inisiatif dan pendekatan pemerintah Belanda pada
tahun 1919. Belanda melobi agar tempat kedudukan PCIJ berada di Belanda. Upaya
ini berhasil sehingga pada waktu berlangsungnya pembahasan ini, disepakati
bahwa kedudukan tetap PCIJ adalah di Peace Palace (Istana Perdamaian), Den
Haag. Sidang pertama Mahkamah berlangsung pada tanggal 15 Februari 1922.
Persidangan dipimpin oleh ahli hukum Belanda Loder, yang pada waktu itu
diangkat sebagai Presiden PCIJ pertama.
Sebagai badan peradilan
internasional, PCIJ diakui sebagai suatu peradilan yang memainkan peranan
penting dalam sejarah penyelesaian sengketa internasional. Arti peran PCIJ
tampak sebagai berikut:
1.
PCIJ merupakan suatu badan peradilan permanen yang
diatur oleh Statuta dan Rules of Procedure-nya yang telah ada dan mengikat para
pihak yang menyerahkan sengketanya kepada PCIJ.
2.
PCIJ memiliki suatu badan kelengkapan yaitu Registry
(pendaftar) permanen yang, antara lain, bertugas menjadi penghubung komunikasi
antara pemerintah dan badan-badan atau organisasi internasional.
3.
Sebagai badan peradilan, PCIJ telah menyelesaikan
berbagai sengketa yang putusannya memiliki nilai penting dalam mengembangkan
hukum internasional. Dari tahun 1922 sampai 1940, PCIJ menangani 29 kasus.
Beberapa ratus perjanjian dan konvensi memuat klausul penyerahan sengketa
kepada PCIJ.
4.
Negara-negara telah memanfaatkan badan peradilan ini
dengan cara menundukkan dirinya terhadap jurisdiksi PCIJ.
5.
PCIJ memiliki kompetensi untuk memberikan nasihat
hukum terhadap masalah atau sengketa hukum yang diserahkan oleh Dewan atau
Majelis LBB. Selama berdiri, PCIJ telah mengeluarkan 27 nasihat hukum yang
berupa penjelasan terhadap aturan-aturan dan prinsip-prinsip hukum
internasional.
6.
Statuta PCIJ menetapkan berbagai sumber hukum yang
dapat digunakannya terhadap pokok perkara yang diserahkan kepadanya termasuk
masalah-masalah yang meminta nasihat hukum. PCIJ antara lain diberi wewenang
untuk menerapkan prinsip ex aequo et bono apabila para pihak menghendakinya.
7.
PCIJ memiliki lebih banyak perwakilan (anggota) baik
dari jumlah maupun sistem hukum yang terwakili di dalamnya.
Pecahnya Perang Dunia II di bulan September 1939 telah berakibat serius
terhadap PCIJ. Pecahnya perang ini secara politis telah menghentikan
kegiatan-kegiatan Mahkamah. Terjadinya peperangan yang terus berkelanjutan ini
bahkan telah membuat PCIJ menjadi bubar. Pada tahun 1942, Menteri Luar Negeri
Amerika Serikat dan rekannya dari Inggris menyatakan kesepakatan untuk
mengaktifkan dan membentuk kembali suatu mahkamah internasional. Pada tahun
1943, pemerintah Inggris mengambil inisiatif dengan mengundang para ahli ke
London untuk mengkaji masalah tersebut. Pertemuan ini yang membentuk suatu
komisi, yaitu ’Inter-Allied Committee' yang dipimpin oleh Sir William
Malkin berkebangsaan Inggris. Komisi berhasil mengeluarkan laporannya pada
tanggal 10 Februari 1944. Laporan tersebut membuat antara lain beberapa
rekomenasi sebagai berikut:
1)
Bahwa perlu dibentuk suatu mahkamah internasional baru
denganstatuta yang mendasarkan pada Statuta PCIJ ;
2)
Bahwa mahkamah baru tersebut harus memiliki jurisdiksi
untuk memberikan nasihat;
3)
Bahwa mahkamah baru tersebut tidak boleh memiliki
jurisdiksi memaksa (compulsory jurisdiction)
Setelah berbagai pertemuan dan pembahasan mengenai pembentukan suatu
mahkamah baru, akhirnya kesepakatan berhasil tercapai pada konperensi San
Fransisco pada tahun 1945. Konperensi ini memutuskan, antara lain, bahwa suatu
badan Mahkamah Internasional baru akan dibentuk dan badan ini merupakan badan
hukum utama PBB. Kedudukan badan ini sejajar atau sama dengan Majelis Umum,
Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwakilan, dan Sekretariat.
Keputusan tersebut antara lain menyatakan: ‘to create an international court of
justice which would in law be a new entity, and not a continuation of the existing
permanent Court'.
Badan peradilan tersebut haruslah: ‘a new court, with a separate and
independent jurisdiction to apply in the relation between the parties to the
Statute of that new Court. Diputuskan pula bahwa Statuta Mahkamah merupakan
lampiran dan bagian yang tidak terpisahkan dengan piagam PBB. Alasan utama
konperensi tersebut memutuskan untuk membentuk suatu badan peradilan baru
adalah :
a.
Karena Mahkamah tersebut akan merupakan badan hukum
utama PBB, maka dirasakan kurang tepat peranannya tersebut diisi oleh PCIJ yang
pada waktu itu (tahun 1945) sudah tidak aktif lagi.
b.
Pembentukan suatu Mahkamah baru lebih konsisten dengan
ketentuan Piagam bahwa semua anggota PBB adalah ipso facto juga anggota Statuta
Mahkamah.
c.
Beberapa negara yang merupakan peserta pada Statuta
PCIJ tidak ikut dalam konperensi San Fransisco dan sebaliknya beberapa negara
yang ikut dalam konperensi bukanlah peserta pada Statuta PCIJ.
d.
Terdapat perasaan dari seperempat anggota peserta
konperensi pada waktu itu bahwa PCIJ merupakan bagian dari orde lama, yaitu di
mana negara-negara Eropa mendominasi secara politis dan hukum masyarakat
internasional dan bahwa pembentukan suatu mahkamah baru akan memudahkan bagi
negara-negara di luar Eropa untuk memainkan peranan yang lebih berpengaruh. Hal
ini tampak nyata dari keanggotaan PBB yang berkembang dari 51 di tahun 1945
menjadi 159 di tahun 1985.
Konferensi San Fransisco menyadari bahwa kelanjutan dari praktek dan
pengalaman lama PCIJ, khususnya Statutanya telah berjalan dengan baik. Karena
itulah pasal 92 Piagam PBB dengan tegas menyatakan bahwa Statuta ICJ merupakan
pengambil-operan dari Statuta PCIJ. PCIJ bersidang terakhir kalinya pada bulan
Oktober 1945. Sidang ini memutuskan untuk mengambil semua tindakan yang perlu
untuk mengalihkan arsip-arsip dan harta benda PCIJ kepada ICJ baru yang juga
akan berkedudukan di Peace Palace (Istana Perdamaian) di Den Haag, Belanda.
Sidang hakim PCIJ pertama kali berlangsung pada tanggal 5 Februari 1946
bersamaan waktunya ketika sidang pertama Majelis Umum PBB berlangsung.
Bulan April 1946, PCIJ secara resmi berakhir. Pada pertemuan pertama ICJ
berhasil dipilih presiden pertama ICJ yaitu Hakim Querrero, yang juga adalah
presiden terakhir PCIJ. Pertemuan juga memilih anggota-anggota Registry yang
kebanyakan berasal dari PCIJ dan mengadakan acara peresmiannya pada tanggal 18
April 1946. Dalam pasal 92 Piagam, status hukum ICJ secara tegas dinyatakan
sebagai badan peradilan utama PBB. Di samping ICJ, ada pula badan-badan
peradilan lain dalam PBB, yaitu the UN Administrative Tribunal. Badan ini
berfungsi sebagai badan peradilan yang menangani sengketa-sengketa
administratif atau ketata-usahaan antara pegawai PBB. Status badan ini disebut
sebagai ‘a subsidiary judicial organ’ atau badan pengadilan subsider
(tambahan).
C.
Komposisi Mahkamah Internasional
1.
Hakim
Mahkamah Internasional
-
Mahkamah Internasional terdiri dari 15 orang hakim.
Mereka dipilih berdasarkan suara mayoritas mutlak dalam suatu pertemuan secara
bersamaan tetapi terpisah di Dewan Keamanan dan Majelis Umum (Pasal 4 Statuta).
Calon hakim harus dinominasikan oleh kelompok negara yang khusus ditunjuk untuk
itu (diusulkan kelompok negara yang khusus ditugaskan untuk itu).
-
Calon hakim tersebut harus memiliki moral yang tinggi (high
moral characteristic). Ia juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang
ditetapkan di negaranya untuk menduduki suatu jabatan kehakiman tertinggi, ia
harus pula diakui kompetensinya dalam hukum internasional.
-
Statuta Mahkamah mensyaratkan bahwa pemilihan hakim
tanpa memandang kebangsaan (nasionalitasnya), namun dalam pelaksanaan faktor
kebangsaan sangat dominant karena pengangkatannya ditentukan oleh factor
geografis.
-
Dalam praktik kebiasaan tak tertulis, hakim mahkamah
menganut pembagian sebagai berikut :
ü 5 orang dari
negara-negara Barat;
ü 3 orang dari
negara-negara Afrika;
ü 3 orang dari
negara-negara Asia;
ü 2 orang dari
negara-negara Eropa Timur;
ü 2 orang dari
negara-negara Amerika Latin;
ü Dari praktek
tidak tertulis, 5 orang dari 5 negara anggota tetap Dewan Keamanan mrnduduki
jabatan hakim dalam Mahkamah Internasional.
ü Hakim
Mahkamah Internasional dipilih untuk jangka waktu 9 tahun, dan setelah itu
dapat dipilih kembali.
ü Untuk
menjaga kelangsungan suatu sengketa dalam hal seorang atau beberapa hakim telah
memasuki masa tugasnya selama 9 tahun, maka Statuta mensyaratkan adanya
pemilihan 5 orang hakim untuk bertugas selama 5 tahun secara interval (Pasal 13
ayat (1) Statuta Mahkamah).
2.
Hakim Ad Hoc
Seorang Hakim ad hoc diharuskan
untuk mengucapkan sumpah seperti halnya seorang hakim yang dipilih suatu pihak
yang hendak meminta hakim ad hoc. Ia harus mengumumkannya secepat mungkin niat
tersebut. Peranan dan kedudukan Hakim ad hoc ini sama dengan perana dan
kedudukan hakim biasa. Namun, dalam persyaratan kuorum hakim untuk mengambil
putusan yaitu sebanyak 9 (Sembilan), tidaklah termasuk suara dari Hakim ad hoc
ini.
3.
Chamber
Mahkamah dalam menyelesaikan
sengketanya dapat memeriksa dengan seluruh anggotanya atau cukup dengan
beberapa hakim tertentu yang dipilih secara rahasia, disebut Chamber.
Putasan Chamber tetap dianggap sebagai putusan dari Mahkamah.
4.
The Registry
Adalah organ administratif Mahkamah,
bertanggung jawab hanya pada mahkamah. Tugas utamanya memberi bantuan jasa di
bidang administrative kepada negara-nrgara yang bersengketa dan juga berfungsi
sebagai suatu sekretariat. Kegiatannya mengurusi masalah administratif,
keuangan, penyelenggaraan konferensi dan jasa penerangan dari suatu organisasi
internasional.
D.
Peranan Mahkamah Internasional
Mahkamah Internasional sebagai
pengadilan internasional bertugas untuk mengadili perselisihan atau sengketa
antara negara-negara anggota PBB yang dapat mengancam keamanan dan perdamaian
dunia. Lembaga ini memiliki peran yang penting dalam menjaga perdamaian dunia.
Peranan Mahkamah Internasional adalah :
a.
Menerima persoalan atau persengketaan dari negara
anggota PBB;
b.
Menyelesaikan persoalan atau persengketaan yang dapat
mengancam perdamaian dunia;
c.
Memberikan usulan mengenai persoalan atau
persengketaan internasional kepada Majelis Umum dan Dewan Keamanan.
Peran Mahkamah Internasional
sangat menentukan kepada kedua negara yang sedang bersengketa. Dalam hal ini,
Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan, dimana Mahkamah Internasional
berwenang untuk memeriksa, menyelesaikan sengketa hingga memberikan keputusan
atas dasar sengketa tersebut. Hal ini dinyatakan dalam pasal 94 ayat (1) Piagam
PBB, yaitu : “Setiap anggota PBB berusaha mematuhi keputusan Mahkamah Internasional
dalam perkara apapun dimana anggota tersebut menjadi suatu pihak.”
Sedangkan pada ayat (2) dinyatakan
sebagai berikut : “Apabila sesuatu pihak dalam suatu perkara tidak memenuhi kewajiban –
kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh suatu keputusan Mahkamah, pihak yang
lain dapat meminta perhatian Dewan Keamanan, yang jika perlu, dapat memberikan rekomendasi
atau menentukan tindakan – tindakan yang akan diambil untuk terlaksananya
keputusan itu.”
1.
Keputusan Mahkamah Internasional
Mahkamah
Internasional dalam mengadili suatu perkara berpedoman pada berbagai
perjanjian-perjanjian internasional, seperti traktat dan kebiasaan
internasional. Perjanjian internasional tersebut menjadi sumber-sumber hokum
dalam mengambil keputusan. Keputusan Mahkamah Internasional merupakan keputusan
terakhir walaupun dapat dimintakan banding.
Selain
pengadilan Mahkamah Internasional, terdapat juga pengadilan arbitrase
internasional. Pengadilan arbitrase internasional hanya untuk perselisihan
hukum dan keputusan para arbitet tidak perlu berdasar hukum.
2.
Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui
Mahkamah Internasional
Dalam
menyelesaikan sengketa internasional,Mahkamah Internasional mendapatkan
permintaan dari negara yang sedang telibat dalam persengketaan. Adapun untuk
yuridiksi Mahkamah Internasional dalam penyelesaian sengketa pada umumnya
bersifat Non – Compulory. Arinya, dalam pelaksanaan yuridiksi, Mahkamah
Internasional memerlukan persetujuan pihak – pihak yang bersengketa.
Menurut
pasal 34 (1) Convenant liga Bangsa-bangsa menyatakan bahwa: “ Hanya
negara-negara yang dapat menjadi pihak dalam perkara – perkara di muka
Mahkamah”. Negara – negara itu secara jelas dapat dikelompokkan menjadi tiga
kategori, yaitu sebagai berikut.
1)
Kategori pertama, mencakup semua anggota PBB yang
berdasarkan Pasal 93 (1) Charter PBB, ipso facto adalah peserta statuta
mahkamah.
2)
Kategori kedua, negara – negara yang bukan anggota PBB
yang menunjukkan hasrat bersosialisasi tetap dengan mahkamah dan menurut Pasal
93 (2) telah menjadi anggota statuta menurut syarat – syarat yang ditentukan
dalam tiap-tiap kasus oleh Majelis Umum berdasarkan rekomendasi Dewan Keamanan.
3)
Kategori ketiga, meliputi negara-negara yang bukan
anggota PBB, namun ingin tampil di hadapan mahkamah sebagai pihak-pihak yang
bersengketa tanpa menjadi anggota spatuta.
Prosedur permohonan peradialan penyelesaian sengketa melalui Mahkamah
Internasional dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1)
Prosedur permohonan peradilan penyelesaian sengketa
kepada Mahkamah Internasional untuk negara-negara yang tidak tunduk pada “Compulsory
Juridiction” Mahkamah Internasional. Permohonan tersebut biasanya dilakukan
dengan cara memberitahukan adanya perjanjian khusus antar negara yang
bersengketa tentang penyerahan penyelesaian sengketa mereka kepada Mahkamah
Internasional. Daalm kondisi tersebut, permohonan peradilan untuk menyelesaikan
sengketa juga dapat diajukan sepihak oleh salah satu negara yang bersengketa
asalkan kemudian negara lawan memberikan persetujuan.
2)
Adapun untuk sengketa antarnegara-negara yang tunduk
pada “Compulsory Juridiction” Mahkamah Internasional, permohonan
peradilan penyelesaian sengketa dapat diajukan sepihak oleh salah satu negara
yang bersengketa. Permohonan itu disampaikan kepada Panitera Mahakmah
Internasional. Panitera itu memberitahukan permohonan tersebut kepada negara
lawan sengketa dan semua negara anggota Perserikatan Bangsa – Bangsa.
Sengketa intenasional dapat diselesaikan oleh Mahkamah Internasional dengan
prosedur sebagai berikut :
1)
Telah terjadi pelanggaran HAM atau kejahatan
kemanusiaan di suatu negara terhadap negara lain atau rakyat negara lain.
2)
Ada penagduan dari korban (rakyat) dan pemerintahan
negara yang menjadi korban tehadap pemerintah dari negara yang bersangkutan
karena didakwa telah melakukan pelanggaran HAM atau kejahatan kemanusiaan
lainnya.
3)
Pengaduan disampaikan ke Komisi Tinggi HAM PBB atau
melalui lembaga –lembaga HAM internasional lainnya.
4)
Pengaduan ditindaklanjuti dengan penyelidikan,
pemeriksaan, dan penyidiakn. Jika ditemui bukti-bukti kuat terjadinya
pelanggaran atau kejahatan kemanusiaan lainnya, pemerintah dari negara yang
didakwa melakukan kejahatan kemanusiaan dapat diajukan ke Mahkamah
Internasional.
5)
Dimulailah proses peradilan sampai dengan
dijatuhkannya sanksi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
-
Mahkamah Internasional merupakan mahkamah pengadilan
tertinggi di seluruh dunia. Oleh karena itu, Mahkamah Internasional memiliki
peran dalam mengadili perselisihan kepentingan dan hukum antara Negara-negara
di dunia.
-
Komposisi Mahkamah Internasional terdiri atas Hakim
Mahkamah Internsional, hakim Ad Hoch, Chamber, dan The Registry
-
Peranan Mahkamah Internasional adalah
a.
Menerima persoalan atau persengketaan dari negara
anggota PBB;
b.
Menyelesaikan persoalan atau persengketaan yang dapat
mengancam perdamaian dunia;
c.
Memberikan usulan mengenai persoalan atau
persengketaan internasional kepada Majelis Umum dan Dewan Keamanan.
B.
Saran
-
Dalam memutuskan suatu pernasalahan, sebaiknya
dilakukan dengan cara yang adil (tidak berat sebelah).
-
Dalam memberikan usulan, sebaiknya usulan yang
bersifat membangun.
-
Dalam menangani suatu permasalahan, sebaiknya tidak
membeda-bedakan baik dari segi meterial maupun nonmaterial.